Kalimantan Timur merupakan pelopor
peradaban di Indonesia. Hal ini terbukti dengan ditemukannya situs kerajaan
tertua di Indonesia, yakni Kerajaan Kutai Martadipura, lebih dikenal dengan
nama kerajaan Mulawarman yang terletak di Kecamatan Muara Kaman. Kerajaan ini
diperkirakan berdiri pada abad ke-4, dengan rajanya yang terkenal Mulawarman
Nala Dewa. Kekuasaan Keturunan Raja Mulawarman berlanjut hingga raja ke-25 yang
bernama Maharaja Derma Setia (abad ke-13) hingga kemudian ditaklukkan oleh
Kerajaan Kutai Kartanegara, penjajah Belanda masuk ke Kaltim, hingga
dibentuknya provinsi Kalimantan Timur pada tanggal 1 Januari 1957 sebagai
pemekaran dari Provinsi Kalimantan.
Gambar 1. Lambang Provinsi Kalimantan Timur
1. Masa Prasejarah
·
Zaman Glasial
Sejarah Kalimantan Timur bisa dikatakan sangat tua. Para ahli sejarah
mengatakan bahwa wilayah Kalimantan Timur telah dihuni manusia sejak zaman es
(glasial). Penduduknya ketika itu adalah dari ras Negrid Weddid yang sekarang
sudah tidak ada lagi. Sekitar 3000 tahun sebelum masehi datang dan tinggal di
wilayah Kalimantan Timur kelompok Proto Melayu atau Melayu Tua. Sekitar tahun
500 sebelum masehi, datang kelompok migran kedua, yaitu, kelompok Deutro-Melayu
atau Melayu Muda.
2. Masa
Kerajaan/Kesultanan
·
Kerajaan Kutai
Kalimantan
Timur yang telah berupa kesatuan politik adalah bermula dari Kerajaan Kutai Martadipura atau Kutai
Martapura. Kerajaan ini berdiri pada abad ke-4 (sekitar 300 masehi) di Muara Kaman. Ketika itu,
Kutai Martadipura telah menjalin hubungan dengan India, sehingga tidak
mengherankan jika Kutai Martadipura merupakan pusat penyebaran agama Hindu,
selain juga merupakan pusat perdagangan. Pendiri Kerajaan Kutai adalah Kudungga
yang merupakan seorang pembesar dari Kerajaan
Campa (Kamboja), sedangkan raja pertama yang resmi berkuasa di
Kerajaan Kutai adalah Aswawarman karena sebagai
pendiri dinasti Kerajaan Kutai dan diberi gelar "Wangsakarta", yang
artinya pembentuk keluarga.
Aswawarman mempunyai 3 orang
putra, salah satunya bernama Mulawarman. Ketika Maharaja Mulawarman
berkuasa, Kerajaan Kutai Martadipura mengalam zaman kejayaan dan menjadi
kerajaan yang besar. Kebesaran Kerajaan Kutai terbukti dengan adanya
kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan sebagai berikut :
-
Setiap
tahun raja mengadakan upacara sedekah yang dilakukan di Waprakeswara.
Waprakeswara adalah sebidang tanah yang dianggap suci.
-
Raja
mebagi-bagikan hadiah dengan seadil-adilnya kepada para brahmana berupa emas,
tanah, dan ternak.
Sebaliknya,
rakyat menyampaikan tanda terima kasih kepada raja dengan cara :
-
Mengadakan
kenduri untuk keselamatan raja
-
Mendirikan
tugu prasasti yang berisi tulisan-tulisan tentang kebesaran raja.
Maharaja Mulawarman
memperluas wilayah kerajaanya dengan cara menaklukkan kerajaan-kerajaan di
sekitarnya. Raja-raja yang ditaklukkannya harus menyerahkan upeti kepada raja
Mulawarman.
Kerajaan Kutai berakhir saat Raja
Kutai yang bernama Maharaja Dharma Setia tewas dalam peperangan di tangan Raja
Kutai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran Sinum Panji Mendapa.
Perlu diingat bahwa Kutai ini (Kutai Martadipura) berbeda dengan Kerajaan Kutai Kartanegara yang ibukotanya
pertama kali berada di Kutai Lama (Tanjung Kute).
Kutai Kartanegara inilah, pada tahun 1365, yang disebutkan dalam
sastra Jawa Negarakertagama. Kutai Kartanegara selanjutnya menjadi kerajaan
Islam yang disebut Kesultanan Kutai Kartanegara.
Keruntuhan Kerajaan Kutai Martadipura memberikan
kesempatan bagi daerah-daerah pedalaman yang sebelumnya berada dalam kekuasaan
Kutai Martadipura dapat melepaskan diri, membentuk kerajaan-kerajaan sendiri
selain ada pula yang menggabungkan diri dengan Kerajaan Kutai Kartanegara.
Gambar
2. Arca Hindu di Sungai Rata (foto diambil antara tahun 1898 dan 1900)
3.
Kesultanan Kutai Kartanegara
Kerajaan Kutai Kartanegara yang kemudian
menjadi Kesultanan Kutai Kartanegara ing
Martadipura berdiri pada awal abad ke-13 di daerah yang bernama Tepian
Batu atau Kutai Lama (kini menjadi sebuah desa di wilayah
Kecamatan Anggana) dengan rajanya yang pertama yakni
Aji Batara Agung Dewa Sakti (1300-1325).
Kerajaan ini disebut dengan nama Kerajaan Tanjung Kute
dalam Kakawin Nagarakretagama, yaitu salah satu
daerah taklukan di Pulau Kalimantan oleh Patih Gajah Mada
dari Majapahit.
berdiri pada awal abad ke-13
di daerah yang bernama Tepian Batu atau Kutai Lama (kini menjadi
sebuah desa di wilayah Kecamatan Anggana) dengan rajanya yang pertama yakni
Aji Batara Agung Dewa Sakti (1300-1325). Kerajaan ini
disebut dengan nama Kerajaan Tanjung Kute
dalam Kakawin Nagarakretagama, yaitu salah satu
daerah taklukan di Pulau Tanjungnagara oleh Patih Gajah Mada
dari Majapahit.
Pada abad ke-16, Kerajaan Kutai Kartanegara dibawah
pimpinan raja Aji Pangeran Sinum Panji Mendapa
berhasil menaklukkan Kerajaan Kutai[5]
yang terletak di Muara Kaman. Raja Kutai
Kartanegara pun kemudian menamakan kerajaannya menjadi Kerajaan Kutai Kartanegara Ing
Martadipura sebagai peleburan antara dua kerajaan tersebut.
Pada abad ke-17, agama Islam yang disebarkan Tuan
Tunggang Parangan diterima dengan baik oleh Kerajaan Kutai Kartanegara yang
saat itu dipimpin Aji Raja Mahkota Mulia Alam. Setelah
beberapa puluh tahun, sebutan Raja diganti dengan sebutan Sultan.
Sultan Aji Muhammad Idris (1735-1778) merupakan sultan
Kutai Kartanegara pertama yang menggunakan nama Islami. Dan kemudian sebutan
kerajaan pun berganti menjadi Kesultanan Kutai Kartanegara ing
Martadipura.
Kesultanan ini sempat mengalami perpindahan ibukota
kerajaan sampai tiga kali, mulai dari Kutai Lama,
Pemarangan hingga ke Tepian Pandan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar